Sulistyo-Basuki's Blog

Home » Artikel Ilmiah » Standard dan Standardisasi : Sebuah Pengantar Sangat Singkat

Standard dan Standardisasi : Sebuah Pengantar Sangat Singkat

Pendahuluan

Standardisasi adalah usaha bersama membentuk standar. Standar adalah  sebuah  aturan, biasanya digunakan untuk bimbin­gan tetapi dapat pula bersifat wajib (paling sedikit dalam praktik), memberi batasan spesifikasi dan penggunaan sebuah objek atau karakteristik  sebuah proses dan/atau karakteristik sebuah metode.

Hakiki dan tujuan  standar  ini  dapat digambarkan  melalui  contoh  sebagai berikut : jika seluruh dunia memproduksi kran dan pipa air  dalam bentuk  dan ukuran yang berbeda‑beda, maka tidak­lah mungkin  berbagai pipa saling bersambung karena masing-masing pipa tidak serasi dengan pipa lainnya. Untuk itu diperlukan adaptor. Bilamana setiap produsen pipa dan keran air boleh memproduksi pipa semaunya tanpa memperhatikan ukuran pipa produsen lain, maka hasilnya terjadi kekacauan.

Masing‑masing pipa tidak setara (kompatibel) dengan pipa produk lain, terjadi pembuangan uang, waktu, tenaga; pasaran akan terpecah menjadi segmen‑segmen kecil, masing‑masing dikuasai oleh pipa ukuran tertentu. Pada ak­hirnya akan terjadi kemandegan. Sebaliknya bila masing‑masing produsen membuat pipa dan keran air sesuai dengan ukuran dan model yang disepakati bersama (ini disebut standardisasi) maka pembakuan tersebut akan menyederhanakan produksi, memperluas pasar. produk tertukarkan dengan produk lain serta dapat disam­bung dengan pipa produk pabrik lain.

Standardisasi  dalam  bidang informasi ilmu  pengetahuan dan dan  teknik  tidaklah kalah pentingnya dengan standardisasi  bidang lain ; bahkan standardisasi mutlak diperlukan karena ker­jasama antara perpustakaan  mutlak dilakukan. Standardisasi berdampak terhadap perlengkapan, pengolahan bahan perpustakaan serta sarana perpustakaan. Standardisasi juga menyederhanakan dan merasionalisasikan metode dan teknik  perpustakaan serta men­gharmoniskan produk perpustakaan. Keharmonisan produk ini memudahkan operasi dokumenter, mengurangi biaya, menurunkan waktu tunda serta memungkinkan pertukaran dokumen antar perpustakaan.

Dalam dunia perpustakaan  dengan semakin banyaknya badan, media dan orang yang mengambil bagian dalam  komunikasi ilmiah maka besar peluang akan terjadi kesalahpahaman bilamana masing-masing menggunakan standar. Di samping itu dalam pengolahan informasi perlu dilakukan pengolahan dokumen secara efisien dan murah sehingga dalam perpustakaan  pun diperlukan standardisasi. Dengan demikian standardisasi adalah proses perumusan dan penerapan peraturan bagi ancangan teratur kepada aktivitas khusus guna manfaat dan dengan kerjasama semua pihak yang terikat, dan khususnya untuk promosi ekonomi keseluruhan yang optimum dengan mempertimbangkan kondisi fungsional dan tuntutan keselamatan.

Definisi standar

Standar berasal dari bahasa Prancis Kuno  artinya titik tempat berkumpul, dalam bahasa Inggris Kuno merupakan gabungan kata standan artinya berdiri dan or (juga bahasa Inggris Kuno) artinya titik. (Merriam-Webster, 2000) kemudian diserap dalam bahasa Inggris sebagai kata standard  (Pengantar standardisasi, 2009). Standar adalah spesifikasi teknis atau sesuatu yang dibakukan termasuk tata cara dan metode yang disusun berdasarkan consensus semua pihak yang terkait dengan memperhatikan syarat-syarat keselamatan, keamanan, kesehatan, lingkungan hidup, perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi, serta pengalaman, perkembangan masa kini dan masa yang akan dating untuk memperoleh  manfaat yang sebesar-besarnya (Peraturan Pemerintah, 2000).

Adapun ISO (International Organization for Standardization)  membei batasan standar sebagai …. a document, established by consensus and approved by a recognized body, that provides, for common and repeated use, rules, guidelines or characteristics for activities or their results, aimed at the achievement of the optimum degree of order in a given context … Juga dinyatakan bahwa standar hendaknya berdasarkan artas hasil ilmu pengetahuanm teknologi dan pengalaman yang telah terkonsolidasi dan bertujuan peningkatan manfaat komunitas yang optimum ( ISO/IEC, 2004). Dari kata standar muncul kata standardisasi artinya proses merumuskan, menetapkan, menerapkan dan merevisi standar, yang dilaksanakan secara tertib melalui kerjasama dengan semua pihak yang berkepentingan (Peraturan Pemerintah, 2000).

Tujuan standar

 Dengan memperhatikan definisi standar maka standar bertujuan:

  1. Mengupayakan agar pengembangan, manufaktur, dan pemasokan produk dan jasa lebih efisien, lebih aman dan lebih bersih
  2. Memfasilitasi perdagangan antarnegara serta lebih adil
  3. Menjadi pegangan teknis pemerintah untuk keselamatan kesehatan, legislasi lingkungan dan asesmen konformitas atau penyetaraan.
  4. Berbagi kemajuan teknologi dan praktik manajemen yang baik.
  5. Memencarkan, menyempurnakan dan mempercepat waktu produk masuk pasar serta jasa yang berasal dari inovasi.
  6. Menjaga konsumen dan pemakai secara umum, khususnya menyangkut produk dan jasa.
  7. Membuat hidup lebih nyaman dan lebih sederhana karena adanya pemecahan atas masalah bersama.

Apa yang dilakukan standar

Keberadaan standar menjamin produk dan jasa yang kita inginkan bersama, mislanya menyangkut mutu, lingkungan yang bersahabat, keamanana, keandalan, efisiensi dan  interoperabikluiras dengan biaya yang ekonomis. Bila produk dan jasa memenuhi harapan masyarakat, maka kita berpendapat memang seharunysa demikjian, Namun bila tidak ada standare, maka kita akan segera mengetahuinya, Kita melihat bahwa produk yang kita beli utunya rendsah, tidak cocok dengan produk lainm tidak serasi dengan perlengkapan tang kitagunakan, berbahaya atau tidak dapat dipercaya. Bila produk dan jasa berjalan lancer maka hal itu  karena memenuhi standar. Coba bayangkan peraut pensil harus sesuai dengan pensil yang diraut (rinaut), bagaimana  kalau lubang peraut tiak setara dengan besaran pensil?

Siapa yang mendapat manfaat ?

Standar yang berlaku di sebuah negara sering disebut standar nasional, dikeluarkan oleh badan standar masing-masing negara. Contoh di Indonesia oleh Badan Standardisasi Nasional (BSN),  American National Standards Institute (ANSI), Deutsches Institute fur Normung (DIN), British Standard Instiutute (BSI) dll. Pada tingkat internasional dikenal International Organization  for Standardization, lebih dikenal dengan singkatan ISO (periksa bagian akhir makalah ini) yang mengeluarkan standar ISO.

Standar ISO memberikan manfaat teknologi, ekonomi dan masyarakat sebagai berikut :

  1. Untuk bisnis, pemencaran standar ISO memungkinkan pemasok dapat mengembangkan dan memberikan produk dan jasa sesuai dengan spesifikasi yang diterima di pasar internasional. Karena itu bisnis yang menggunakan standar ISO mampu bersaing di pasar dunia.
  2. Untuk innovator teknologi baru, standar ISO menyangkut aspek terminologi, keserasian atau kompatibilitas dan keselamatan mempercepat pemencaran inovasi dan pengembangannya dalam produk yang dapat dimanufaktur dan terpasarkan.
  3. Untuk konsumen seluruh dunia, kompatibilitas teknologi sejagad akan tercapai bila produk dan jasa didasarkan pada standar ISO; dengan demikian konsumen memilihi banyak pilihan. Misalnya bilai pisau silet berbagai merek namun standarnya sama akan menguntungkan konsumen karena konsumen dapat memilih  berbagai merek namun standarnya sama. Konsumen juga memperoleh keuntungan karena produsen bersaing untuk memasarkan produknya.
  4. Untuk pejabat bidang perdagangan, standar internasional membuat adanya “lapangan permainan yang searas’ bagi semua competitor pada pasar yang sama, misalnya para pesaing memasarkan aki yang sesuai dnegan stanbdar internasional di semua negara. Bila ada negara atau kawasan yang menggunakan standar yang berbeda maka hal itu merupakan hambatan bagi perdagangan. Standar merupakan sarana teknis bagi penerapan kesepakatan perdagangan.
  5. Bagi pemerintahan, standar internasional merupakan landasan teknologi dan ilmiah yang mendukung legislasi kesehatan, keselamatan dan lingkungan. Misalnya standar pendingin udara versi Uni Eropa R2 kini diterapkan pada hampir semua kendaraan bermotor.
  6. Bagi negara berkembang, standar internasional yang mewakili consensus internasionakl menyangkut keadaan tyerkini merupakan sumber tahu bagaimana pengetahuan. Dengan standar internasional member batasan karakter jasa dan produk yang diharapkan memenuhi kebutuhan ekspor maka negara berkembang berpacu memenuhi standar internasional.
  7. Bagi konsumen, kesetaraan atau konformitas produk dan jasa dengan standar internaisonal dapat menjamin kualitas, keamananan dan keandalan produk dan jasa.
  8. Bagi siapa saja, standar internasional menjamin bahwa angkutan, mesin dan alat yang digunakan adalah aman.

Untuk dunia, standar internasional menyangkut emisi gas dan radiasi dan aspek lingkungan produk mampu memnyumbang upaya melestariakn lingkungan.

Contoh manfaat standar

Standardisasi sekrup membantu ulir di kursi, sepeda dan pesawat terbang menjadi satu serta mampu mengatasi masalah pemeliharaan yang disebabkan tiadanya standardisasi. Sebelum ada standardisasi, masalah sekrup (baut merupakan masalah pabrikan maupun pemakai.

Standardisasi terminologi memungkinkan transfer teknologi lebih mudah dan lebih aman. Konsensus  terminologi merupakan tahap penting dalam kemajuan teknologi dan pemencaran inovasi. Misalnya terminologi MARC dipahami pustakawan sehingga transfer data lebih mudah.

Standardisasi dimensi peti kemas dan bobot memudahkan  perdagangan karena tanpa standar maka perdagangan akan lebih lama dan lebih mahal. Coba bayangkan bagaimana mengkonversi beras segantang menjadi kilogram, lalu bagaimana bila peti kemas tidak standar?

Standardisasi dalam bidang perbankan dan telepon membuat hidup lebih nyaman. Kartu kredit memiliki dimensi yang sama di mana-mana sehingga pemakai dapat menggunakan ATM dengan nyaman. Praktik ini mulai ditiru beberapa perpustakaan dengan menggunakan kartu tanda anggota yang baku untuk memudahkan kerjasama.

Bagi penyandang cacat, tanpa standardisasi mereka akan mengalami kesulitan dalam menggunakan transportasi publik atau akses ke gedung karena lebar rampa (ramp) tidak sama.

Simbol dan tengara yang dibakukan mampu memberikan informasi dan peringatan melewati tapal batas linguistik, misalnya rambu lalu lintas mengenai bahaya tanah longsor dipahami di mana saja karena sudah dibakukan. Di perpustakaan tanda toilet belum dibakukan namun dasarnya selalu membedakan tanda wanita dengan lelaki.

Konsensus mengenai berbagai material, memberikan rujukan bagi pemasok dan nasabah dalam transaksi bisnis. Di perpustakaan, pengertian kertas untuk buku membantu pustakawan dalam pemesanan buku. Mungkin  standardisasi metric sedikit mengalami kesulitan manakala membeli baju apakah ukuran S, M, L dan XL sama? Demikian pula ukuran sepatu ada ukuran sepatu Eropa, Amerika, Jepang dan Inggris.

Kesepakatan menyangkut berbagai variasi produk untuk memenuhi ketentuan aplikasi tertentu memungkinkan manfaat biaya bagi produsen maupun konsumen. Contoh standardisasi ukuran kertas, misalnya A4 memudahkan pustakawan dalam menyediakan kertas fotokopi.

Standardisasi protokol komputer memungkinkan produk berbagai penjaja (vendor) “berbicara” dengan produk lainnya. Di perpustakaan berbagai perangkat  lunak dapat “berbicara” dengan perangkat lain. Maka perangkat lunak semacam Slims mampu berkomunikasi dengan perangkat lain.

Tanpa kesepakatan internasional yang termuat dalam standar ISO menyangkut kuantitas dan unit metric maka perdagangan akan menghadapi hambatan.

Perbedaan ISO 9001 dan ISO 14001

Lazimnya standar ISO sangat spesifik untuk produk, material atau proses khusus, berbeda dengan ISO 9001 dan ISO 14001. Di lingkungan perpustakaan kini muncul standardisasi menggunakan ISO 9001 dan IS) 14001 Kedua standar ISO tsb merupakan standar system manajemen generik; di sini generik artinya standar yang sama dapat diterapkan ke setiap lembaga, besar atau kecil, apapun produk mauoun jasanya, dalam setiap sector aktivitas tanpa memandang apakah organisasi itu meurpakanorganisasi bisism admintransi, negaraatau swasta. ISO 9001 memuat persyaratan generic untuk mengimplementsikan system manajemen kuaklitas sednagkanISO untuk sistem manajemen lingkungan,

Standar generik dapat diterapkan pada setiap organisasi, misalnya standar sistem manajemen ISO yang baru kinitelah dikembangkan dan diterapkan seluruh dunia. Contoh ISO 22000 (keamanan makanan), ISO 280000 (keamanan jalur perbekalan) dan ISO/IEC 27001 (keamanan informasi).

Tahap pembuatan standar

Untuk membuat stanbdar baik pada tingkat ISO maupun Indonesia, lazimnya ada 6 tahap yaitu:

  1. Tahap pengusulan, di sini pemangku kepentingan mengajukan permintaan tentnag perlunya sebuah standar dalam bidangnya. Misalnya pihak pemangku kepentingan mi instan memerlukan standar Kegiatan ini sering disebut “call for proposal.”
  2. Tahap persiapan. Di sini ISO atau BSN membentuk panitia terdiri dari pakar untuk menyusun naskah kerja, di dalamnya termasuk kajian apakah usulan yang diajukan sudah sesuai dengan kebutuhan, apakah layak dari segi teknis.
  3. Tahap Komisi. Dibuat lagi naskah kerja, namun sudah menyerupai naskah standar, diedarkandi kalangan komisi untuk ditelaah dan disetujui. Bila komisi sudah merasa bahwa naskah itu cukupbaik untuk menangani masalah yang dibahas (mislanya standar ruas untuk deskripi bibliografis) maka ditingkatkan ke tahap berikutnya.
  4. Tahap  permintaan pendapat (inquiry) . Disebarkan ke anggota serta publik  yang berminat untuk memperoleh masukan.
  5. Tahap persetujuan, dimintakan pendapat dari anggota komisi dan masyarakat. Bila pernyataan setuju di atas kuorum, maka naskah dijadikan naskah final komisi.
  6. Tahap publikasi, naskah dijadikan standar lalu diberi nomor, mislanya SNI nomor x, atau ISO nomor x diikuti tahun publikasi.

Bentuk standar

Standar dapat berupa standar fisik artinya dapat diukur dan dihitung ( dimensi tetap) dan/atau standar intelektual yaitu kualitatif (merupakan definisi). Terdapat beberapa jenis standar yaitu :

  1. Ukuran (misalnya ukuran kartu atau dimensi perlengkapan)
  2. Kualitas, misalnya ketahanan berbagai jenis kertas.
  3. Definisi, kosakata, istilah dan simbol yang dibakukan, misalnya standar untuk transliterasi, simbol untuk cantuman.
  4. Metode dan prosedur yang dibakukan (misalnya peraturan baku guna menangani gawai khusus, standar atau panduan untuk penyusunan thesaurus)

Untuk keperluannya, perpustakaan menerapkan standar untuk keperluan :

  1. Penyajian dokumen, misalnya publikasi majalah.
  2. Pengolahan dokumen, misalnya peraturan pengkatalogan.
  3. Transliterasi atau konversi aksara dari satu bahasa ke bahasa lain, misalnya dari huruf Jawa ke huruf Latin.
  4. Premis dan perlengkapan, misalnya lantai perpustakaan  atau ukuran rak buku.
  5. Reproduksi, misalnya standar untuk mikrokopi.
  6. Terminologi, misalnya kosakata yang dibakukan.
  7. Aplikasi komputer, misalnya standar untuk ruas data, ba hasa pemrograman, operasi mesin (perintah digital) dsb.

Standar berfungsi sebagai pemandu atau patokan, seringkali hanya diterapkan pada aspek penting dari sebuah produk atau proses sehingga pemakai dapat menyesuaikan dirinya. Sungguhpun demikian, standar hanya mencakup bahagian kecil saja dari infor­masi ilmiah dan teknis. Namun tidak dapat dibantah bahwa adanya standardisasi memiliki keuntungan seperti menghemat waktu, uang dan tenaga.

Dalam setiap hal, pemakai harus memeriksa apakah terdapat sebuah standar atau lebih yang dapat diterapkan bagi pemakai. Kadang‑kadang pemakai harus memilih satu dari berbagai standar yang ada. Misalnya menyangkut standar mengenai sistem informasi internasional terdapat  standar nasional maupun standar inter­nasional. Standar yang memperoleh pengutamaan ialah standar yang paling banyak memberikan sumbangan dalam mencapai tujuan perpustakaan dan/atau untuk efisiensi serra paling cocok dengan situasi maisng‑masing negara. Karena  menyangkut situasi masing‑masing negara, maka  syarat penerapan standar, prosesnya serta penyesuaiannya perlu dipikir masak‑masak sebelum diterima.

Kriteria untuk memilih standar adalah :

  1. Tingkat  yang  sesuai dengan kebutuhan  yang  telah  dirancang sebelumnya.
  2. Kemudahan penerapannya.
  3. Instruksi standar yang tepat serta tidak bersifat taksa.
  4. Pemakai mudah menerimanya
  5. Apabila  diterapkan  pada masyarakat  yang  berbeda‑beda  atau situasi tertentu akan mempunyai hasil yang sama

Perubahan standar mencerminkan kebutuhan dan teknik baru. Bilamana sebuah standar menjadi tidak bermanfaat maka standar tersebut dapat diabaikan. Bilamana perlu, standar dapat sedikit diubah ataupun diubah secara besar‑besaran (amandemen atau revisi pelengkap) atau digantikan dengan standar baru dan lebih tepat guna.

Syarat standar

Sebuah standar harus memenuhi syarat :

  1. berwibawa artinya dipercaya dalam bentuk, isi dan sumbernya;
  2. dapat dijadikan alat untuk mengukur jasa informasi;
  3. realistis artinya standar tersebut dapat diterima masyarakat dan dapat dilaksanakan;
  4. mudah diperoleh artinya pemakai dapat memperoleh standari dari berbagai tempat.

Asesmen kecocokan/konformitas (conformity assessment)

Asesmen kecocokan (konformitas) artinya pengecekan bawha produk, material, jasa, system, prses atau orang mengukur sesuai dengan spesifikasi standar atau spesifikasi yang relevan. Dewasa ini banyak produk mensyaratkan pengujian untuk kecocokan dengan spesifikasi atau mengikuti ketentuan keselamatan atau peraturan lain sebelum dipasarkan. Panduan dan stan untuk asesmen  ISO merupakan konsensus internasional atau praktik terbaik. Penggunaannya menghasilkan konsistensi asesmen konformitas  sedunia sehingga mampu mendorong perdagangan internasional.

Urut-urutan standar

Urut-urutan standar dimulai dari yang paling atas adalah sebagai berikut :

  1. standar
  2. rekomendasi
  3. peraturan, pedoman, kodeks
  4. panduan, glosari, buku pegangan

Standar merupakan produk standardisasi ISO yang paling tinggi karena sudah memperoleh persetujuan nasional atau negara anggota. Di bawahnya adalag rekomendasi yang merupakan saran ISO bagi negara anggota. Karena sifatnya rekomendasi maka sebagai produk pembakuan, rekomendasi tidak harus diterima oleh negara anggota.

Standar teknologi informasi untuk perpustakaan

Dengan berkembangnya perpustakaan digital serta munculnya dokumen digital sebagai sarana primer untuk komposisi dan penerbitan, maka standar teknik semakin diperlukan oleh perpustakaan dan jasa informasi lainnya. Ada yang mengatakan standar TI merupakan sarana bagi perpustakaan untuk tetap sintas karena standar TI menyangkut interoperabilitas merupakan dasar kesintasan sebuah perpustakaan.

Kini perkembangan standar teknologi yang berlaku untuk perpustakaan semakin rumit  karena munculnya Internet dan World wide Web, karena perpustakaan berinteraksi dengan bidang yang berlintasan dengan komunitas yang merumuskan standar teknik untuk komputasi, jaringan dan penerbitan digital. Maka pada abad 21 organisasi semacam Internet Engineering Task Force (IETF), ISO, World Wide Web Consortium (W3C) mengembangkan standar teknis yang digunakan di perpustakaan digital.

Standar merupakan landasan untuk membuat berbagai peristiwa yang menarik dan memberdayakan mungkin terjadi, seperti menghubungkan satu system ke system lain,membuat sebuah berkas pada satu system yang dapat ditransfer ke system lain serta mampu menghemat manakala  sebuah komponen yang lebih murah dapat dihubungkan dengan system lain (Campbell, 1992).

Tomer (2010) menyebutkan standar teknis termasuk standar konsep dan implementasi serta standar proses dan produk.  Jenis pertama adalah standar konsep, biasanya membentuk artikulasi (pengucapan) usulan untuk menghasilkan teknologi baru atau mengenalkan perubahan  dalam cara pelaksanaan sebuah proses. Misalnya IEEE 802.3 standar Ethernet, memungkinkan pemakai komputer dapat mengakses fasilitas jarak jauh seperti pencetak. Standar itu berakar pada masalah efektivitas dan efisiensi dan mengatakan bahwa memfasilitasi komunikasi antara pemakai dan sistem  memberikan landasan untuk mencapai kinerja dan jasa pada tingkat tinggi dengan biaya yang masih masuk akal, walaupun implementasi standar konsep ini mengarah ke pengembangan jaringan lokal serta larik teknologi yang dupoerlukan untuk menunjang aspek spesfik sebuah lingkungan dalam standar,  standar Ethernet merupakan standar konsep.

Jenis standar kedua adalah implementasi standar, biasanya bersifat evolusi, cenderung untuk memperkuat pola industri yang sudah ada. Contoh upaya menggunakan bahasa pemrograman secara tepat walaupun ada berbagai versi.  Standar implementasi kini sampai ke dokumen digital seperti Portable Document Format (PDF) dan Open Source Document (ODF). Menyangkut PDF setelah dikembangkan selama 15 tahun, Adobe systems mengedarkan spesfifikasi PDF ke Association for Information and Image Management (AIIM) tahun 2007 dengan pemahaman bahwa AIIM  akan bekerja dengan ISO untuk menyusun PDF sebagai standar terbuka. Kini PDF secara de facto telah menjadi stabndar dunia untuk perttukaran informasi dan penyimpanan arsip; bahkan kini Adobe bekerja sama dengan ISO untuk mengembangkan sub PDF sebagai standar untuk industry dan fungsi tertentu Standar yang dihasilkan ISO yaitu ISO 32000-1:2008 menyatakan bentuk digital yang mewakili dokumenelektronik bebas dari lingkungan tempat dokumen itu diciptakan atau lingkungan tempat dokumen itu dicetak dan dilihat KiniPDF/Archive (PDF/A) dan PDF/Exchange (PDF/X) merupakan standar ISO.

ODF merupakan format berkas untuk dokumen kantor elektronik seperti lembar batang (spreadsheet), carta (charts), presentasi dan dokumen pengolah kata, Spesifikasi ODF semula dikembangkan oleh Sun Microsystem  sehubungan dengan pengembangan perangkat lunak Star Office. Standar itu kemudian dilanjutkan oleh Kmite Teknik Open Office  Extensible Markup Language (XML), konsorsium dari Organization for the Advancement of Structured Information Standards (OASIS). Tujuan ODF ialah menyusn landasan untuk penciptaan dan pertukaran dokumen terformat berdasarkan standar terbuka dan tanpa tergasntung pada aplikasi spesifik apapun jua.

Standar itu kemudian diterbitkan sebagai standar internasional ISO/IEC yaitu ISO/IEC 26300:2006 Open Document Format for Office Applications (Open Document) v.1.0, selanjutnya dikembangkjan lagi menjadi versi lebih lanjut. Kemaknawian (signifikansi) diperluas dengan munculnya MicrosoftOffice 2007,

Jenis ketiga ialah standar produk. Lazimnya standar produk mendeskripsikan standar atau jasa  yang ada, lalu menentukan karakteristik produk atau jasa  sebagai model untuk produk lain dari jenis yang sama di industri tertentu (Cargill, 1989). Secara de facto dan de jure, standar produk biasanya berasal dari produk yang mendominasi pasar tertentu. Contoh standar produk de facto adalah format berkas yang didukung oleh aplikasi komputer yang popular seperti Microsoft Excel atau gawai periferal lainnya.

Jenis keempat ialah standar proses berkaitan dengan keperluan kebutuhan menjadi pemecahan namun tidak dengan produk yang menghasilkan perubahan. Dengan kata lain, standar proses adalah standar yang bebas dari spesifikasi gawai spesifik. Contoh ISO 8879 Standard Generalized Markup Language (SGML), sebuah metabahasa yang menyediakan standar sintaks untuk mendefinisikan  kelas informasi terstruktur dan peraturan untuk mengatur struktur informasi, kemudian berkembang menjadi Hypertext Markup Language (HTML),  dalam berbagai bentuk sebenarnya merupakan definisi tipe dokumen (DTD, document type definition) SGML.

Di bawah SGML, ditentukan DTD dan segmen dokumen (misalnya  pernyataan judul, bibliografi, ilustrasi) yang diberi label sesuai dengan DTD.; dengan demikian membagi  dokumen menjadi elemen-elemen yang bernama dan logis Keuntungan menggunakan  bahasa terstandar untuk mendeskripsikan dokumen dalam hal istilah terstruktur ialah sebuah dokumen tunggal dapat diproses dalam sejumlah larik aplikasi dan aplikasi itu mampu menafsirkan SGML. Dengan demikian pertukaran dokumen elektronik mampu melepaskan diri dari keterikatan  aplikasi spesifik dan  struktur dokumen. Kini SGML digantikan oleh XML, yang merupakan …a simple, very flexible text format derived from  SGML (ISO 8879). Originally designed to meet the challenges of large-sclale electronic publishing XML is  also playing an increasingly important role in the exchange of a wide variety of data on the Web and elsewhere (Extensible Markup Language, 2003).

International Organization for Standardization (ISO)

Dalam uraian sebelumnya kita telah mengenal International Organization for Standardization lebih dikenal singkatan ISO (http://www.iso.org) ISO merupakan jaringan  badan standar nasional, saat ini berjumlah 162 anggota dari 205 negara yang ada di dunia, berpusat di Geneva.

ISO merupakan organisasi non pemerintah yang menjembatani sektor publik dan swasta. Dalam arti sektor publik karena banyak lembaga anggota merupakan badan pemerintah atau badan yang diberi kuasa oleh pemerintah. Di segi lain, anggota lain berakar pada sektor swasta yang didirikan oleh asosiasi industri. Maka ISO memungkinkan tercapainya konsensus untuk memenuhi permintaan bisnis dan bidang masyarakat yang lebih luas,

Karena International Organization for Standardization memiliki akronim dalam berbagai bahasa (ISO dalam bahasa Inggris, OIN dalam bahasa Prancis unuk Organization international de Normalisastion), maka pendiri ISO memutuskan hanya menggunakan nama ISO, diambil dari kata Yunani isos artinya sama rata. Maka apapun nama negara maupun bahasanya, singkatannya adalah ISO.

Dalam menyusun standar ISO, lazimnya terdapat tiga tahap penyusunan standar. Tahap pertama, kebutuhan akan sebuah standar diungkapkan lazimnya dari sektor industri, kemudian dikomunikasikan ke badan negara anggota, Badan negara anggota kemudian mengusulkan butiran standar yang diperlukan ke ISO.  Bila ISO menganggap perlunya standar internasional dalam bidang diusulkan, maka ruang lingkup  standar yang  diusulkan diberi batasan secara jelas, lalu dibentuk kelompok kerja pakar dari negara yang berminat pada subjek yang diusulkan, Setelah kelompok pakar menyetujui aspek teknik, maka  dilanjutkan ke tahap selanjutnya. Tahap kedua, spesifikasi standar diperiksa dan ditinjau oleh wakil negara anggota.  Pada tahap ini diperlukan konsensus untuk menyiapkan standar yang diusulkan. Tahap ketiga permintaan persetujuan dari negara anggota ISO. Untuk persetujuan formal diperlukan dukungan dua pertiga anggota ISO dan 75% anggota yang menyetujui naskah standar. Setelah memperoleh persetujuan, maka standar itu diterbitkan sebagai ISO International Standard. Sebagian besar standar perlu direvisi secara berkala karena evolusi teknologi, material dan metode baru, persyaratan mutu dan keselamatan. Karena itu ISO menyatakan bahwa semua standar harus direvisi sedikit-dikitnya lima tahun sekali.

 

“Merek” ISO.

Produk ISO ditandai dengan ciri sebagai berikut :

  1. Demokratis. Setiap anggota penuh ISO berhak ambil bagian dalam pengembangan setiap standar yang dianggap penting bagi ekonomi negara ybs. Dalam ISO setiap negara punya hak satu suara tanpa memandangg besar kecilnya negara atau lemah kuatnya negara yang bersangkutan. Maka negara seperti Bhutan punya hak suara yang sama dengan AS yang merupakan negara adidaya. Setiap negara punya pijakan yang sama menyangkut pekerjaan ISI, baik pada aras strategis mau[un muatan isi standar.
  2. Sukarela. Standar ISO bersifat sukarela. Sebagai organisasi non pemerintah, ISO tidak punya wewenang hukum untuk memaksakan implementasi standarnya. Negara anggota dapat mengadopsi standar ISO yang dijadikan rujukan dalam legislasi negara ybs. Lazimnya standar ISO yang diterima menyangkut bidang kesehatan, keselamatan dan lingkungan. Sungguhpun demikian, walaupun standarISo bersifat sukarela, stndar ISO dapat menjadi persyaratan pasar, misalnya ISO 9001 sistem manajemen mutu atau dimensi kontener peti kemas dan kartu yang dikeluarkan bank. ISO sendiri tidak mengatur maupun mengeluarkan kewajiban.
  3. Dorongan pasar. ISO hanya mengembangkan standar bilamana ada tuntutan pasare. Tugas pembuatan standar dilakukan oleh para pakar bidang industry, teknik dan bisnis yang merasa perlunya standar dan kemudian menggunakannya.
  4. Konsensus. Standar ISO berdasarka consensus internasional di kalangan pakar. Karena adanya consensus, maka standar ISO direvisi setiap lima tahun sekali dnegan mengingat perkembangan teknologi dan minat pemakai. Revisi per lima tahunan itu akan menentukan apakah standar lama  tetap dipertahankan dimutakhirkan atau ditarik dari peredaran. Dalam hal ini standar ISO mampu mempertahakna status terkininya.
  5. Relevan secara global. Standar ISO merupakan kesepakatan teknis yang menyediakan kerangka kerja kesetaraan teknologi sejagaf. Standar ISO dirancang untuk relevan di mana saja.

Bentuk standar

Standar ISO diterbitkan dalam bentuk kertas berukuran A4, kisarannya antara 4 halaman sampai ratusan halaman. Standar ISO juga tersedia dalam bentuk elektronik, dapat diunduh, ada yang tersedia dalam bentuk CD atau buku panduan. Standar ISO memuat logo ISO dan tengara “International Standard”.

Untuk Indonesia, standar ISO tersedia di Badan Standardisasi Nasional dan berbayar, relatif mahal bagi ukuran Indoenesia karena hitungannya menggunakan mata uang Euro.

Ruang lingkup ISO

Bryden dan Dherent (2010) menyebutkan IDSO sampai tahun 2010 telah menghasilkan 17,000 Standar Internasional. Program kerja ISO memiliki jangkauan dari standar untuk aktivitas tradisional seperti pertanian dan konstruksi, melalui teknik mesin, manufaktur dan distribusi, hingga ke angkutan, gawai medik, teknologi informasi dan komunikasi sampai ke standar praktik dan jasa manajemen yang baik.

 Standar ISO yang relevan dengan jasa perpustakaan dan informasi.

 Walaupun ISO mengeluarkan standar dalam berbagai bidang umumnya standar ISO yang berkaitan dengan jasa perpustakaan dan informasi adalah standar yang bergayutan dengan masalah komputasi dan jaringan, Misalnya Linux Standard base (LSB) merupakan proyek gabungan di bawah Linux Founbdation membakukan struktur system perangkat lunak yang menggunakan sistem operasi Linux. LSB yang berdasarkan spesifikasi POSIX (PortableOperating System Interface), Single Unix Specification dan beberapa standar terbuka disetujui sebagai ISO/IEC 23360 tahun 2008. Contoh lain ialah PDF.

Contoh standar ISO yang berorientasi pada perpustakaan adalah ISO 15511:2003 Information and documentation – International  Standard Identifier for Libraries and relatedOrganizations (ISIL); ISO 9230:2007 Information anddocumentation – Determination of price indexes for print and electronic media purchased by libraries; ISO/FR 21449:2004 Content Delivery and Right Management: Functional requirements fot identifiers and descriptors for use in music, film, video, sound recording; ISO 11620:2008 Library performance indicators.

W3C (World WideWeb Consortium)

W3C didirikan tahun 1994 sebagai konsorsium industri yang bergerak dalam pembentukan konsensus menyangkut teknologi Web melalui pembuatan standar dan panduan yang relevan.  Salah seorang pendiri adalah Tim Berners-Lee yang menciptakan World Wide Web tatkala bekerja di European Organization for Nuclear Research.

W3C bertujuan tercapainya interoperabilitas Web yang berarti bahwa untuk mencapai potensi penuh World Wide Web maka teknologi dasarharus bersifat bebas dari gawai (device) tertentu, bebas dari penjaja (vendor) dan setara atau kompatibel satu dengan yang lain. W3C juga berupaya mengembangkan standar terbuka untuk bahasa dan protokol Web.

Pencapaian W3C terbagi atas empat kategori yang luas. Pertama, spesifikasi yang berkaitan dengan dokumen digital, termasuk Cascading Style Sheet, HTML, Document Object Model (DOM), XML dan Compounds Document Formats. Kedua, standar metadata seperti RDF (Resource Description Framework) dan OWL (Web Ontology Language), merupakan teknologi yang dirancangbangun untuk menunjang Semantic Web dengan menyediakan deskripsi terstruktur sehingga tercapai kerangka kerja yang baku untuk manajemen aset, integrasi perusahaan dan berbagai dan menggunakan ulang data di Web. Ketiga upaya yang berorientasi pada akses seperti Web Accessibility Initiative (WAI), MWI (Multiple Web Initiative), Internationalization Activity serta pengembangan standar yang mendukung modus interaksi secara simultan dan jamak. Empat, upaya koordinasi untuk merealisasi tujuan yang terdapat pada Semantic Web sebagaimana diusulkan oleh Berners-Lee.

Indonesia

Standar untuk perpustakaan  di Indonesia telah ada sejak zaman Hindia Belanda. Waktu itu pemerintah Belanda mendirikan pusat standardisasi di Bandung dengan nama Normalisatie Instituut. Pada tahun 1950 nama  badan tersebut diubah menjadi Yayasan Dana Normalisasi Indonesia. Dalam kegiatan perpustakaan, Yajasan menjual buku Universal Decimal Classification. Dalam dasawarsa 1960an kegiatan yayasan menurun sehingga akhirnya standardisasi bidang perpustakaan  diambil alih oleh Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI). LIPI pada tahun anggaran mulai melaksanakan Proyek Pengembangan Sistem Nasional Standarisasi. Sebagai tindak lanjut dibentuklah Proyek Standardisasi, Kalibrasi, Instrumentasi dan Metrologi; untuk bidang perpustakaan  dibentuklah Komisi Bidang Perpustakaan, Perpustakaan  dan Informasi.

Sekretariat komisi dipegang oleh Pusat Perpustakaan  Ilmiah Nasional LIPI, kini berubah menjadi Pusat Perpustakaan Informasi Ilmiah LIPI (PDII-LIPI). Pada saat yang bersamaan Pusat Pembinaan Perpustakaan juga melakukan standardisasi perpustakaan. Di lingkungan Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi membentuk Satuan Tugas Perpustakaan Perguruan Tinggi dikenal sebagai Satgas Perpustakaan Perguruan Tinggi yang mengeluarkan standar perpustakaan perguruan tinggi. Pada tahun tahun 1970 an Sesudah dilakukan reorganisasi LIPI pada tahun 1986, Proyek pengembangan Sistem Nasional Standarisasi dikembangkan menjadi Pusat Standarisasi  yang merupakan lembaga di bawah LIPI sekaligus menjadi sekretariat Dewan Standarisasi Nasional.

Tugas itu kemudian diambil alih oleh Badan Standardisasi Nasional (BSN) yang  dibentuk dengan Keputusan Presiden No. 13 Tahun 1997 yang disempurnakan dengan Keputusan Presiden No. 166 Tahun 2000 tentang Kedudukan, Tugas, Fungsi, Kewenangan, Susunan Organisasi dan Tata Kerja Lembaga Pemerintah Non Departemen sebagaimana telah beberapa kali diubah dan yang terakhir dengan Keputusan Presiden No. 103 Tahun 2001, merupakan Lembaga Pemerintah Non Departemen dengan tugas pokok mengembangkan dan membina kegiatan standardisasi di Indonesia. Badan ini menggantikan fungsi dari Dewan Standardisasi Nasional – DSN. Dalam melaksanakan tugasnya Badan Standardisasi Nasional berpedoman pada Peraturan Pemerintah No. 102 Tahun 2000 tentang Standardisasi Nasional. Produk BSN adalah Standar Nasional Indonesia (SNI), merupakan satu-satunya standar yang berlaku secara nasional di Indonesia. Karena ketentuan itu maka pernah terjadi “konflik” tatkala Perpustakaan Nasional mengeluarkan Standar Nasional Perpustakaan.

SNI dibuat sesuai dengan ketentuan WTO (World Trade Organization)   WTO Code of good practice yakni:

  1. Keterbukaaan (openness) artintya terbuka bagi semua pemangku kepentingan yang berkepentingan dapat ikut serta dalam pengembangan SNI.
  2. Transparansi artinya semua pemangku kepentingan dapat mengikuti perkembangan SNI mulai dari tahap pemrograman dan perumusan sampai ke tahap penetapannya  serta  dapat dengan mudah memperoleh semua informsi yang berkaitan dengan pengembangan SNI
  3. Konsensus dan sifat tidak memihak (consensus and impartiality) artinya pembuatan SNI tidak memihak serta ada  konsensus agar semua  pemangku kepentingan dapat menyalurkan kepentingannya dan diperlakukan secara adil.
  4. Keefektifan dan relevansi agar dapat memfasilitasi perdagangan karena memperhatikan kebutuhan pasar dan tidak bertentangan dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku;
  5. Keserapan (kekoherenan, coherence) artinya produk Indonesia satu langkah dengan pengembangan standar internasional, dengan demikian produk Indonesia tidak terasing dari pasar internasional, malahan dapat memasukinya.
  6. Dimensi pembangunan artinya SNI memperhatikan kepentingan publik dan kepentingan nasional dalam meningkatkan daya saing perekonomian nasional (Strategi BSN 2006-2009).

Standar untuk perpustakaan

Standar untuk perpustakaan  terbagi atas 3 kelompok besar yaitu :

  1. Pedoman atau model sebagai alat ukur sebuah jasa. Salah satu contoh ialah standar jasa perpustakaan dan perpustakaan.
  2. Peraturan yang harus dilaksanakan secara taat asas. Contohnya ialah peraturan pengkatalogan untuk berbagai jenis dokumen.
  3. Spesifikasi atau standar teknis. Salah satu contoh ialah struktur format, himpunan huruf.

 Standar untuk perpustakaan perguruan tinggi

Standar untuk perpustakaan perguruan tinggi dibuat oleh asosiasi perpustakaan perguruan tinggi. Sebagai contoh di AS terdapat Association of College and Research Libraries (ACRL), bagian dari American Library Association (ALA) yang mengeluarkan standar perpustakan. ACRL mengeluarkan standar untuk perpustakaan perguruan tinggi yang menyelenggarakan pendidikan dua tahun, college dan universitas. Watkins (1972) mengidentifikasi kesulitan utama dalam penyusunan standar perpustakaan universitas sebagai berikut :

  1. Adanya keanekaragaman di antara universitas.
  2. Adanya bahaya bahwa  standar minimum yang disebutkan dalam standar ditafsikan sebagai standar maksimum.
  3. Sulit menentukan standar koleksi buku untuk berbagai subjek.
  4. Ada universitas yang menggunakan sistem sentralisasi sementara lainnya menggunakan sistem desentralisasi.

Untuk Indonesia, standar yang ada untuk perpustakaan perguruan tinggi baru Standar perpustakaan perguruan tinggi SNI 7330:2009 (SNI 7330:2009). Di samping itu masih ada Standar Nasional Perpustakaan (SNP) di antaranya Standar Nasional Perpustakaan Khusus Instansi Pemerintah (2011). Keberadaan SNP ini sempat menimbulkan kebingungan karena standar nasioal harus dikeluarkan oleh Badan Standardisasi Nasional (Peraturan pemerintah) sementara Perpustakaan nasional berpijak pada Undang-Undang no 43 tahun 2007 tentang perpustakaan.

JPA,  standard dan saran

Sejak awal kelahirannya, JPA sudah mengikuti standar internasional maupun nasional,misalnya soal deskripsi bibliografis, penentuan tajuk entri utama, standar MARC dll. Kini muncul masalah sertifikasi pustakawan dan akreditasi perpustakaan. Menyangkut  serttifikasi pustakawan, sudah dikeluarkanKeputusan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi no 83 tahun 20123 tentang penetapan rancangan standar kompetensi kerja nasional Indonesia sector jasa kemasyarakatan, hiburan dan perorang klainnya bidang perpustakaan menjadi standar kompetensi kerja nasional Indonesia, Walaupun sudah dikeluarkan Peraturan Menteri, sampai sekarang persiapan kearah sertifikasi masih belum selesai (Widhianto, 2013).

Persiapan ini menyangkut kompetensi asesor, bahan yang diujikan, tempat pengujian kompetensi yang harus memenuhi syarat (bila perlu ada standarnya). Masih ada lagi kritik mengapa sertifikasi dilakukan oleh Kementerian tenaga Kerja dan Transmigrasi yang lebih banyak berkaitan dengan pekerjaan tukang [sic, Blasius Sudarsono, 2012]; bagaimana dengan profesi lain yang lebih mapan seperti dokter, insinyur, dokter gigi dan sejenisnya yang usia organisasinya lebih tua daripada Keputusan Menteri dan juga adanya opsi  bahwa sertifikasi dikaitkan dengan lembaga pendidikan formal. Hal terakhir ini berarti bahwa ijasah yang dikeluarkan oleh lembaga formal pendidikan pustakawan sekaligus juga sertifikat untuk kompetensi pustakawan. Soal ini juga ditentang di kalangan pustakawan yang hanya lulusan pelatihan mulai dari 2 minggu sampai dengan 3 bulan!

Menyangkut soal akreditasi perpustakaan, dalam pedoman (Perpustakaan Nasional 2012) masih belum ada soal standar yang akan digunakan. Saat ini masih taraf uji coba, hasilnya sudah ada yang diumumkan (Moh. Syarif bando, 2013) Ada kritik bahwa kuesioner yang diajukan lebih berlandaskan pada perpustakaan umum dan sekolah (misal jumlah komputer, peminjaman oleh anggota, jumlah kursi dan luas ruangan).

Saran bagi JPA  ialah (1) mengikuti ketentuan yang dilakukan Perpustakaan nasional menyangkut akreditasi perpustakaan dan sertifikasi pustakawan selama hal itu menguntungkan perpustakaan. Misalnya bila ada perpustakaan anggota JPA yang memperoleh akreditasi A, maka hal itu dapat digunakan pustakawan untuk ”negosiasi” dengan rektor dan yayasan untuk kepentingan pustakawan dan perpustakaan; (2) mengikuti perkembangan soal akreditasi dan sertifikasi; (3) menjadi anggota Mastan (Masyarakat Standardisasi) agar dapat memberikan masukan menyangkut standar pepustakaan dan informasi yang akan dikeluarkan. Hendaknya tidak terjadi ketika SNI pepustakaan perguruan tinggi (2009) dikeluarkan, banyak pustakawan perguruan tinggi merasa  kaget karena merasa tidak tahu menahu, padahal rancangan SNI sudah disebarluaskan, hanya saja terbatas pada anggota MASTAN khusus untuk perpustakaan, dokumentasi dan informasi. Keanggotaan bersifat sukarela dan tidak bayar.

Penutup

Standar merupakan dokumen yang dibuat berdasarkan consensus serta disetujui oleh badan yang diakui, menyediakan penggunaan bersama serta penggunaan ulang, panduan, ketentuan atau karakteristik untuk aktivitasdan hasilnya dengan tujuan mencapai mencapai tingkat pendayagunaan yang optimum dakam konteks tertentu. Standar memiliki berbagai tujuan, semuanya untuk kepentingan manusia.

Badan yang bergerak dalam standar internasional adalah ISO sedangkan untuk Indonesia adalah Badan Standardisasi Nasional.  Standar yang dikeluarkan selama ini baik standar nasional maupun internasional selalu diikuti JPA untuk kepentingan pemakai, memudahkan kerjasama dan kesejahteraan manusia.

Pada masa dekat ini JPA akan menghadapi masalah akreditasi perpustakaan dan sertifikasi pustakawan. Untuk menghadapi hal tersebut  disarankan mengikuti ketentuan selama hal itu menguntungkan JPA; juga disarankan agar pustakawan JPA menjadi anggota Masyarakat standardisasi sehingga dapat memberikan masukan manakala terjadi  pemungutan suara (balloting) rancangan standar.

Bibliografi

Badan Standardisasi nasional.2005? Strategi BSN 2006-2009. Jakarta

British Standard Institution. British standar yearbook. London: British Standard Institution. Terbit setiap tahun

Bryden, Alan ; and, Catherine Dherent.(2010). International Organization forStandardization. Dalam Encyclopedia of Library and Information Science. 3rd ed. 4:2917-2927

Campbell, N.1992. Standards are key to information. OCLC News, November/December

Cargill, C.F. 1989.Information technology stabndardization: theory, process And organization. Bedford, Maryland: Digital Press,     

Crawford, Walt. 1989. Technical standards: an introduction for librarians.  London: Knowledge Industry,

International Organization for Standardization. 1977. Information transnfer. Geneva: ISO, (Handbook on international standards governing information transfer (texts of ISO standards).

——-. Documentation and information.  3rd ed.  Geneva: International Organization for Standardization, 1988.  (ISO Standard handbook, no. 1)

ISO. http://www.iso.org

Mohd. Syarif Bando. Kepala Pengembangan Perpustakaan, PNRI. Wawancara dengan penulis di Jakarta,17 Juli 2013

Pengantar standardisasi. 2009. Jakarta: Badan Standardisasi Nasional.

Peraturan pemerintah  nomor 12 tahun 2000 tentang standardisasi nasional.

Perpustakaan nasional. 2012. Akreditasi perpustakaan perguruan tinggi. Jakarta : 2012.

SNI 7330:2009. Perpustakaan perguruan tinggi. Jakarta: Badan Standardisasi Nasional

Standar Nasional Perpustakaan. SNP 006 Perpustakaan khusus instansi pemerintah. Jakarta: Perpustakaan Nasional, 2011:2011

Sudarsono, Blasius.1995. “Catatan tentang standardisasi serta standar-standar di bidang perpustakaan , informasi dan perpustakaan,” makalah untuk Seminar Sehari Sistem Standardisasi Nasional, Jakarta,1995.

Sulistyo-Basuki. 1995. Pengantar dokumentasi. Jakarta: Gramedia PustakaUtama.

Tomer, Christinger.2010. “Information technology stabdards for libraries”. Dalam Encyclopedia of Library and Information Science. 3rd ed. 4:2708-2716

Watkins,D.R. 1972. Standards for university libraries. Library Trends, 21(2),190-201

Widhianto.Kepala Pusat Pengembangan Pustakawan PNRI. Wawancara oleh penulis di Jakarta, 17 Julli 2013 di Jakarta.


Tinggalkan komentar

Author